Bagaimana caranya?
Sebagian besar penduduk di dunia memanfaatkan
plastik dalam menjalankan aktivitasnya. Berdasarkan data Environmental
Protection Agency (EPA) Amerika Serikat, pada tahun 2001, penduduk Amerika
Serikat menggunakan sedikitnya 25 juta ton plastik setiap tahunnya. Belum
ditambah pengguna plastik di negara lainnya. Bukan suatu yang mengherankan jika
plastik banyak digunakan. Plastik memiliki banyak kelebihan dibandingkan bahan
lainnya.
Secara umum, plastik memiliki densitas yang
rendah, bersifat isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan mekanik yang
bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan bahan kimia yang
bervariasi. Selain itu, plastik juga ringan, mudah dalam perancangan, dan biaya
pembuatan murah.
Sayangnya, di balik segala kelebihannya, limbah
plastik menimbulkan masalah
bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan tindakan. Salah satunya dengan cara mendaur ulang limbah plastik. Namun, cara ini tidaklah terlalu efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di tempat penampungan sampah.
bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan tindakan. Salah satunya dengan cara mendaur ulang limbah plastik. Namun, cara ini tidaklah terlalu efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di tempat penampungan sampah.
Mungkinkah tumpukan sampah plastik ini dapat
diubah menjadi minyak pelumas? Masalah itulah yang mendasari Miller dan
rekan-rekannya melakukan
penelitian ini. Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polietilena.
penelitian ini. Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polietilena.
Ada
dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE). HDPE banyak digunakan
sebagai botol plastik minuman, sedangkan LDPE untuk kantong plastik. Dalam
penelitiannya yang akan dipublikasikan dalam Jurnal American Chemical Society
bagian Energi dan Bahan Bakar (Energy and Fuel) edisi 20 Juli 2005, Miller
memanaskan polietilena menggunakan metode pirolisis, lalu menyelidiki zat hasil
pemanasan tersebut.
Ternyata, ketika polietilena dipanaskan akan
terbentuk suatu senyawa hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip
lilin (wax). Banyaknya plastik yang terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah
yang cukup banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair mirip
lilin ini memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas berkualitas
tinggi.
Sekadar informasi, minyak pelumas yang saat ini
beredar di pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi. Minyak mentah (crude
oil) hasil pengeboran minyak bumi di dasar bumi mengandung berbagai senyawa
hidrokarbon dengan titik didih yang berbeda-beda. Kemudian, berbagai senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah ini dipisahkan menggunakan
teknik distilasi bertingkat (penyulingan) berdasarkan perbedaan
titik didihnya. Selain bahan bakar, seperti bensin, solar, dan minyak tanah, penyulingan minyak mentah juga menghasilkan minyak pelumas.
titik didihnya. Selain bahan bakar, seperti bensin, solar, dan minyak tanah, penyulingan minyak mentah juga menghasilkan minyak pelumas.
Sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari hasil
pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam
minyak mentah, sehingga dapat diolah menjadi minyak pelumas. Pengubahan
hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah plastik menjadi minyak pelumas
menggunakan metode hidroisomerisasi. Miller berharap minyak pelumas buatan ini
dapat digunakan untuk kendaraan bermotor dengan kualitas yang sama dengan
minyak bumi hasil penyulingan minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus
ekonomis.
Sebenarnya, usaha pembuatan minyak sintetis dari
senyawa hidrokarbon cair ini bukan suatu hal baru. Pada awal 1990-an,
perusahaan Chevron telah mencoba mengubah senyawa hidrokarbon cair menjadi
bahan bakar sintetis untuk tujuan komersial. Hanya saja bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan
senyawa hidrokarbon cair berasal dari gas alam (umumnya gas metana) melalui
proses katalitik yang dikenal dengan nama proses Fischer-Tropsch.
Pada proses Fischer-Tropsch ini, gas metana
diubah menjadi gas sintesis (syngas), yaitu campuran antara gas hidrogen dan
karbon monoksida, dengan bantuan besi atau kobalt sebagai katalis. Selanjutnya,
syngas ini diubah menjadi senyawa hidrokarbon cair, untuk kemudian diolah
menggunakan proses hydrocracking menjadi bahan bakar dan produk minyak bumi lainnya,
termasuk minyak pelumas. Senyawa hidrokarbon cair hasil pengubahan dari syngas
mempunyai sifat kimia yang sama dengan polietilena.
Gas alam yang digunakan berasal dari Amerika
Serikat. Belakangan, daerah lepas laut Timur Tengah menjadi sumber gas alam
karena di sana
harga gas alam
lebih murah. Minyak pelumas dari gas alam ini untuk sementara dapat menjadi alternatif minyak pelumas hasil pengolahan minyak bumi. Pada masa mendatang, cadangan gas alam di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di lain pihak, kebutuhan akan minyak pelumas semakin tinggi. Kini, dengan adanya penemuan ini, pembuatan minyak pelumas tampaknya tidak lagi memerlukan gas alam. Cukup dengan memanfaatkan limbah botol plastik, jadilah minyak pelumas. Tertarik mencoba?
lebih murah. Minyak pelumas dari gas alam ini untuk sementara dapat menjadi alternatif minyak pelumas hasil pengolahan minyak bumi. Pada masa mendatang, cadangan gas alam di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di lain pihak, kebutuhan akan minyak pelumas semakin tinggi. Kini, dengan adanya penemuan ini, pembuatan minyak pelumas tampaknya tidak lagi memerlukan gas alam. Cukup dengan memanfaatkan limbah botol plastik, jadilah minyak pelumas. Tertarik mencoba?
Cara mengolahnya :
Sebagian besar
penduduk di dunia memanfaatkan plastik dalam menjalankan aktivitasnya.
Berdasarkan data Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat,
pada tahun 2001, penduduk Amerika Serikat menggunakan sedikitnya 25 juta ton
plastik setiap tahunnya. Belum ditambah pengguna plastik di negara lainnya.
Bukan suatu yang mengherankan jika plastik banyak digunakan. Plastik memiliki
banyak kelebihan dibandingkan bahan lainnya. Secara umum, plastik memiliki
densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan
mekanik yang
bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta
ketahanan bahan kimia yang bervariasi. Selain itu, plastik juga ringan, mudah
dalam perancangan, dan biaya pembuatan murah. Sayangnya, di balik segala
kelebihannya, limbah plastik menimbulkan masalah bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak
dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan
ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan
tindakan. Salah satunya dengan cara mendaur ulang limbah plastik. Namun, cara
ini tidaklah terlalu
efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur
ulang, sisanya menggunung di tempat penampungan sampah.
Akhirnya para peneliti diseluruh dunia
mencoba bagaimana caranya mengubah limbah-limbah plastik tersebut menjadi
sesuatu yang lebih berguna dan bermanfaat untuk kelangsungan hidup masyarakat
dunia yang lebih baik dimasa yang akan datang. Hasil dari pengolahan limbah
plastik melalui proses penguraian adalah minyak pelumas mesin atau yang lebih
dikenal dengan nama oli atau oli mesin.
Saat ini, sekitar 129 juta ton plastik setiap
tahunnya diproduksi, dan 60% dari jumlah itu diproduksi dari bahan minyak
bumi. Jika dari jumlah tersebut dapat diolah
kembali maka akan diperoleh sebesar 69 juta minyak bumi yang dapat
dimanfaatkan. Jepang sendiri telah menerapkan undang-undang pengolahan sampah
sejak 1997 dan khususnya bagi sampah plastik sejak tahun 2000.
Sebagian besar plastik yang digunakan
masyarakat merupakan jenis plastik polietilena. Ada dua jenis polietilena,
yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE).
HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman, sedangkan LDPE untuk
kantong plastik.
Penelitian dalam mengubah limbah plastik menjadi
minyak pelumas telah terbukti berhasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Stephen J. Miller, Ph.D., seorang ilmuwan senior dan konsultan peneliti di
Chevron. Bersama rekan – rekannya di Pusat penelitian Chevron Energy Technology
Company, Richmond, California, Amerika Serikat dan University of Kentucky.
Dalam penelitiannya yang dipublikasikan dalam
Jurnal American Chemical Society bagian Energi dan Bahan Bakar (Energy and
Fuel) edisi 20 Juli 2005, Miller memanaskan polietilena menggunakan metode
pirolisis, lalu menyelidiki zat hasil pemanasan tersebut.
Ternyata, ketika polietilena dipanaskan akan
terbentuk suatu senyawa hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip
lilin (wax). Banyaknya plastik yang terurai adalah sekitar 60%, suatu
jumlah yang cukup banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair
mirip lilin ini memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas
berkualitas tinggi. Sekadar informasi, minyak pelumas yang saat ini beredar di
pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi.
Sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari
hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung
dalam minyak mentah sehingga dapat diolah menjadi minyak pelumas. Pengubahan
hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah plastik menjadi minyak pelumas
menggunakan metode hidroisomerisasi.
Miller berharap minyak pelumas buatan ini
dapat digunakan untuk kendaraan bermotor dengan kualitas yang sama dengan
minyak bumi hasil penyulingan minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus
ekonomis.
Proses pengolahan limbah plastik menjadi
minyak pelumas dasar ini meliputi beberapa tahapan / proses, yaitu :
1. Proses Pirolisis
Teknologi pirolisis ini adalah teknik
pembakaran sampah (limbah plastik) tanpa O2 dan dilakukan
pada suhu tinggi (800- 1000 oC). Teknik ini mampu menghasilkan gas
pembakaran yang berguna dan aman bagi lingkungan.
Teknik pirolisis adalah proses pemanasan dan
penyulingan bahan organik dalam sampah (limbah plastik) menggunakan sedikit O2 atau
tidak sama sekali. Pembakaran plasik selalu menimbulkan bahaya yang dapat
mengancam kesehatan.
Seperti kita ketahui, plastik memiliki
tekstur yang kuat dan tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Jika
sampah plastik dibakar dapat mendatangkan masalah tersendiri bagi kita. Plastik
yang dibakar akan mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat
menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan.
Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan hormon
estrogen manusia. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan
menyebabkan bayi - bayi lahir dalam kondisi cacat. Namun lain halnya pembakaran
limbah plasik dengan metode pirolisis, Teknologi pirolisis dapat dikatakan
sebagai suatu metode yang ramah lingkungan sebab produk akhirnya menghasilkan
CO2 dan H2O,
yang bukan merupakan gas
toksik . Kadar dioksin yang dilepaskan dari
teknologi pirolisis ini juga amat rendah.
Pada proses pirolisis ini dapat dihasilkan
senyawa-senyawa hidrokarbon cair mulai dari C1 hingga C4, dan diperoleh juga
senyawa rantai panjang (oligomer) lainnya seperti parafin dan olefin.
2. Proses Hydrotreating/Hydrocracking
Pada proses ini hasil dari proses pirolisis
dimasukkan ke dalam tungku penyulingan pada tekanan atmosfir dan kemudian di
vakum untuk mepisahkan unsur-unsur yang dihasilkan dari proses awal.
Proses ini berguna dalam
mengurangi/menghilangkan aromatik dan komponen polar yang dihasilkan dari
proses pirolisis.
3. Proses Hidroisomerisasi
Pada proses Hidro-Isomerisasi digunakan
katalis khusus yang berfungsi menjadikan molekul-molekul isomer mempunyai
viskosistas yang tinggi, tingkat titik beku yang rendah dan menjadikan pelumas
dasar yang Iso-Paraffinik. Pada proses ini indeks viskosistas mencapai 156-160 oC.
Tingginya viskositas yang dihasilkan dari proses hidroisomerisasi ini
menandakan tingginya kualitas minyak pelumas yang dihasilkan dari limbah
plastik. Kekentalan merupakan salah satu unsur kandungan minyak pelumas paling
rawan karena berkaitan dengan ketebalan minyak pelumas itu sendiri atau seberapa
besar resistensinya untuk mengalir. Kekentalan minyak pelumas langsung
berkaitan dengan sejauh mana minyak tersebut berfungsi sebagai pelumas
sekaligus pelindung benturan antar permukaan
logam. Tingginya kualitas minyak pelumas yang
dihasilkan dari limbah plastik berdasarkan penelitian Stephen.J.Miller,
menandakan bahwa penelitian ini cukup berhasil dan sangat berguna bagi
kelangsungan energi dan bahan bakar dunia di masa yang akan datang.
Gas alam yang digunakan berasal dari Amerika
Serikat. Belakangan, daerah lepas laut Timur Tengah menjadi sumber gas alam
karena di sana harga gas alam lebih murah. Minyak pelumas dari gas alam ini
untuk sementara dapat menjadi alternatif minyak pelumas hasil pengolahan minyak
bumi. Pada masa mendatang, cadangan gas
alam di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di
lain pihak, kebutuhan akan minyak pelumas semakin tinggi. Kini, dengan adanya
penemuan ini, pembuatan minyak pelumas nampaknya tidak lagi memerlukan gas
alam. Cukup dengan memanfaatkan limbah botol plastik,
jadilah minyak pelumas.
apakah limba plastik dapat diubah menjadi bahan bakar mesin atau bahan bakar yntuk memasak??
BalasHapustolong berikan saya pemaparannya!